Disusun
Oleh :
Jl. Noenoeng Tisnasaputra Kahuripan –
Tawang Telp.(0265)331839 Tasikmalaya
46112email : smkn_2_tsm@yahoo.com
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang OrganisasiPemuda dan Wanita pada masa Pergerakan Nasional dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Euis yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Sejarah
zaman Pergerakan Nasional. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
di masa depan.
Tasikmalaya,
November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. ORGANISASI PEMUDA
1. Budi Utomo / Boedi
Oetomo
2. Trikoro Dharmo / Tri
Koro Dharmo
3. Jong
Sumatranen Bond
4. Jong
Ambon
5. Jong
Minahasa
B. ORGANISASI
WANITA
1. Putri Mardika (1912)
2. Kartini Fonds (Dana
Kartini)
3. Kautamaan Istri
4. Kerajinan Amal Setia
(KAS)
5. Aisyiah (1917)
6. Percintaan Ibu Kepada
Anak Turunannya (PIKAT)
7. Organisasi Kewanitaan
Lain
8. Kongres Perempuan
Indonesia
BAB III PENUTUP
A. KESMPULAN
B. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa pergerakan nasional di
Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan nasional.
Pemuda Indonesia dengan gerakan kepemudaan merupakan martir untuk memperjuangkan
hak dan cita-cita bangsa. Di tangan kaum mudalah harapan bangsa dapat terwujud.
Bila berkaca pada sejarah, gerakan pemuda Indonesia ditandai oleh lahirnya
organisasi modern yang disebut Boedi Oetomo pada tahun 1908. Kemudian
diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 sebagai kesepakatan untuk
menyatukan unsur-unsur heterogen pemuda menjadi bangsa yang satu. Dalam masa
pertama dari pergerakan Indonesia pada periode Budi Utomo, gerakan wanita baru
berjuang untuk kedudukan sosial saja. Soal-soal politik belum dalam
jangkauannya. Mengenai kemerdekaan tanah-air masih terlalu jauh dari
penglihatan dan pemikirannya. Kesibukan-kesibukan pada Periode Perintis dibidang
pendidikan, pengajaran, kerumahtanggaan masih berlanjut.
B.
Rumusan
Masalah
a)
Bagaimana Organisasi Pemuda ?
b)
Bagaimana Organisasi Wanita ?
C. Tujuan
a)
Untuk mengetahui dan memahami latar belakang
lahirnya organisasi pemuda.
b)
Untuk Mengetahui Organisasi Wanita.
D.
Manfaat
a)
Dapat mengetahui dan memahami latar belakang
lahirnya organisasi pemuda.
b)
Dapat mengetahui organisasi Wanita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ORGANISASI PEMUDA
Pemuda Indonesia dengan gerakan
kepemudaan merupakan martir untuk memperjuangkan hak dan cita – cita bangsa. Di
kaum mudalah harapan bangsa dapat terwujud. Bila berkaca pada sejarah, gerakan
pemuda Indonesia ditandai oleh lahirnya organisasi modern yang disebut Boedi
Oetomo pada tahun 1908. Kemudian diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928
sebagai kesepakatan untuk menyatukan unsur-unsur heterogen pemuda menjadi
bangsa yang satu.
Atas desakan para pemuda, akhirnya
Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada
tahun 1945. Moment ini bertepatan dengan kekalahan Jepang (yang saat itu
menjajah Indonesia) pada perang Dunia II. Tidak hanya sampai disitu, gerakan
pemuda berlanjut pada tahun 1966. Kita semua tahu ditahun tersebut dikenal
dengan masa revolusi, kaum muda terlibat secara langsung dan menolak ideologi
komunis. Kemudian pada tahun 1974 terjadi gerakan pemuda sebagai reaksi dari
kebijakan pemerintah Orde Baru yang tidak transparan. Puncak gerakan pemuda
dari berbagai unsur terjadi pada tahun 1998. Pemuda Indonesia menolak dengan
tegas system pemerintahan otoriter dan menorehkan sejarah dengan
menggulingkan rezim orde baru menjadi era
reformasi.
Semua itu merupakan pengukuhan
penting terhadap peran kaum muda dalam memperjuangkan idealism bangsa. Sejak
era sebelum kemerdekaan, kaum muda selalu terdorong untuk melakukan penolakan
terhadap ketidakadilan. Pada masa itu mereka diasah melalui kelompok diskusi
atau organisasi kepemudaan dengan struktur dan mekanisme yang masih sangat
sederhana.
Tapi sayang, setelah era reformasi
pemuda terkesan ideologis, pragmatis bahkan materialistis. Aksi dan gerakannya
kurang focus, tidak memiliki visi bersama, dan bahkan terkotak-kotak.
Disebabkan tidak adanya arah yang jelas ataupun kepedulian terhadap nasib bangsa.
Oleh sebab itu diperlukan pengenalan kembali fungsi dan peran pemuda dalam membangun
bangsa, yang sebelumnya tidak pernah absen menorehkan tinta emas. Perjuangan pemuda
pun bergulir sesuai konteks dan zamannya. Di masa lalu pemuda lebih
mengedapankan. semangat bela negara untuk lepas dari tangan penjajah. Namun
seiring perjalanan waktu, perkembangan zaman, dan tuntutan hidup semangat
tersebut berubah. Hal ini jelas terlihat melalui banyaknya pemuda yang memiliki
sikap pragmatis dan apolitis. Memang tidak semua pemuda Indonesia memiliki jiwa
yang lemah namun melihat keadaan saat ini, dikhawatirkan semangat 1928 hilang
dari diri para pemuda Indonesia. Hal ini akan berakibat pada hilangnya jiwa
nasionalisme yang berarti hilangnya kecintaan kepada bangsa dan negara.
Sebelum Indonesia merdeka, negara
kita memiliki berbagai organisasi
kepemudaan yang beranggotakan para
pemuda-pemudi Indonesia baik yang
bersifat nasional maupun kedaerahan.
Berikut ini adalah daftar beberapa
organisasi perkumpulan pemuda di
Indonesia :
1. Budi Utomo / Boedi Oetomo
Budu Utomo berdiri pada tahun 1908
yang pada awal mula berdirinya merupakan organisasi pelajar yang ruang
lingkupnya masih kedaerahan, namun pada perkembangannya berubah menjadi
organisasi perkumpulan pemuda nasional.
2. Trikoro Dharmo / Tri Koro Dharmo
Trikoro Dharmo adalah sebuah perkumpulan pemuda yang berasal
dari Jawa. Trikoro Dharmo didirikan di Jakarta pada tanggal 7 Maret 1915 oleh
R. Satiman Wiryosanjoyo, Sunardi, dan Kadarman di gedung kebangkitan nasional..
Trikoro Dharmo artinya tiga tujuan mulia (= sakti, budi, bhakti).
Adapun tujuan Trikoro Dharmo adalah mencapai jaya raya
dengan jalan memperkukuh persatuan antarpemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan
Lombok. Untuk mencapai tujuan, usaha-usaha yang dilakukan Trikoro Dharmo adalah
menambah pengetahuan umum bagi anggotanya; memupuk tali persaudaraan antar
murid bumiputra sekolah menengah, sekolah guru, dan sekolah kejuruan;
membangkitkan dan mempertajam perasaan untuk segala bahasa budaya Indonesia,
khususnya Jawa.
Pada tahun 1918, nama Trikoro Dharmo diubah menjadi Jong
Java.Kegiatannya berkisar pada bidang sosial, budaya, pemberantasan buta
huruf,kepanduan, seni, dan lainnya. Pada kongresnya (1922) diputuskan bahwa
JongJava tidak bergerak dalam bidang politik dan anggotanya dilarang masuk
partai politik. Namun, masuknya Agus Salim (tokoh SI) menyebabkan Jong Java
mulai bergerak dalam bidang politik. Oleh karena itu, ada yang pro dan
kontra.Akhirnya, yang setuju bergerak dalam politik mendirikan Jong Islamieten
Bond(JIB) (1925) dengan agama Islam sebagai dasar pergerakan dan
menerbitkanmajalah Al Noer.
Selanjutnya, Jong Java pada kongresnya (1928) menyetujui
adanya fusi organisasi pemuda yang diberi nama Indonesia Muda.
Islamieten Bond.Setelah kongres pemuda I pada tahun 1926, faham persatuan dan kebangsaan Indonesia semakin meningkat di kalangan anggota Jong Java. Pada kongres VII 27-31 Desember 1926 di Surakarta, Jong Java yang diketuai Sunardi Djaksodipuro (Mr.Wongsonegoro) membuat putusan untuk merubah tujuan dan ruang gerak organisasi tersebut. Tujuan tidak hanya membangun Jawa Raya saja, tetapi pada saatnya nanti, Jong Java juga harus bercita-cita membangun persatuan dan membangun Indonesia Merdeka. Ruang lingkup yang dirambah organisasi tersebut juga mulai memasuki dunia Politik, setelah adanya putusan bahwa anggota yang berusia lebih dari 18 tahun boleh mengikuti rapat-raapat politik, sedangkan yang di bawah 18 tahun hanya boleh mengikuti kegiatan-kegiatan dalam seni, olah raga, dan kepanduan. (Cahyo, B.U, hal 119)
Pada tahun 1928, organisasi ini siap bergabung dengan organisasi kepemudaan lainnya dan ketuanya R. Koentjoro Poerbopranoto, menegaskan kepada anggota bahwa pembubaran Jong Java, semata-mata demi tanah air. Oleh karena itu, maka terhitung sejak tanggal 27 Desember 1929, Jong Javapun bergabung dengan Indonesia Moeda
3. Jong Sumatranen Bond
Berdirinya Jong Java di Batavia memberikan inspirasi bagi pemuda-pemuda Sumatra yang sedang belajar di Batavia untuk mendirikan organisasi serupa. Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah perkumpulan yang bertujuan untuk mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatra, mendidik pemuda Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatra. Untuk mecapai tujuan tersebut, usaha-usaha yang dilakukan antara lain adalah dengan menghilangkan adanya prasangka etnis di kalangan orang Sumatra, memperkuat perasaan saling membantu, serta bersama-sama mengangkat derajat penduduk Sumatra dengan jalan menggunakan propaganda, kursus, ceramah-ceramah, dan sebagainya.Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta. JSB memiliki delapan cabang, enam di Jawa meliputi Batavia, Bogor, Bandung, Serang, Sukabumi, dan Purworejo, serta dua di Sumatra, yakni di Padang dan Bukittinggi. Beberapa tahun kemudian, para pemuda Batak keluar dari perkumpulan ini dikarenakan dominasi pemuda Minangkabau dalam kepengurusannya. Para pemuda Batak ini membentuk perkumpulan sendiri, Jong Batak.
Kelahiran JSB pada mulanya banyak diragukan orang. Salah satu diantaranya ialah redaktur surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi sebuah politik dan umum. Tanpa menghiraukan suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra tetap mendirikan perkumpulan sendiri. Kaum tua di Minangkabau menentang pergerakan yang dimotori oleh kaum muda ini. Mereka menganggap gerakan modern JSB sebagai ancaman bagi adat Minang. Aktivis JSB, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi antara dua generasi ini pada edisi perdana surat kabar Jong Sumatra.
Surat kabar Jong Sumatra terbit pertama kali pada bulan Januari 1918. Dengan jargon Organ van Den Jong Sumatranen Bond, surat kabar ini terbit secara berkala dan tidak tetap, kadang bulanan, kadang triwulan, bahkan pernah terbit setahun sekali. Bahasa Belanda merupakan bahasa mayoritas yang digunakan kendati ada juga artikel yang memakai bahasa Melayu. Jong Sumatra dicetak di Weltevreden, Batavia, sekaligus pula kantor redaksi dan administrasinya.
Mulanya, dewan redaksi Jong Sumatra juga merupakan pengurus (centraal hoofbestuur) JSB. Mereka itu adalah Tengkoe Mansyur (ketua), A. Munir Nasution (wakil ketua), Mohamad Anas (sekretaris I), Amir (sekretaris II), dan Marzoeki (bendahara), serta dibantu beberapa nama lain. Keredaksian Jong Sumatra dipegang oleh Amir, sedangkan administrasi ditangani Roeslie. Mereka ini rata-rata adalah siswa atau alumni STOVIA serta sekolah pendidikan Belanda lainnya. Setelah beberapa edisi, keredaksian Jong Sumatra dipisahkan dari kepengurusan JSB meski tetap ada garis koordinasi. Pemimpin redaksi pertama adalah Mohammad Amir dan pemimpin perusahaan dijabat Bahder Djohan.
Surat kabar Jong Sumatra memainkan peranan penting sebagai media yang menjembatani segala bentuk reaksi atas konflik yang terjadi. Dalam Jong Sumatra edisi 12, th 1, Desember 1918, seseorang berinisial Lematang mempertanyakan kepentingan kaum adat. Sambutan positif juga datang dari Mohamad Anas, sekretaris JSB. Anas mengatakan dengan lantang bahwa bangsa Sumatra sudah mulai bangkit dari ketidurannya, dan sudah mulai memandang keperluan umum.
Sumatra memang dikenal banyak menghasilkan jago-jago pergerakan, dan banyak di antaranya yang mengawali karier organisasinya melalui JSB, seperti Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin. Hatta adalah bendahara JSB di Padang 1916-1918. Kemudian ia menjadi pengurus JSB Batavia pada 1919 dan mulai mengurusi Jong Sumatra sejak 1920 hingga 1921. Selama di Jong Sumatra inilah Hatta banyak menuangkan segenap alam pikirannya, salah satunya lewat karangan berjudul “Hindiana” yang dimuat di Jong Sumatra no 5, th 3, 1920. Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah satu putra Sumatra yang paling dibanggakan. Karya-karyanya yang berupa esai ataupun sajak sempat merajai Jong Sumatra. Ia memimpin JSB pada 1926-1928 dan dengan aktif mendorong pemikiran tentang perlunya bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan. Kepekaan Yamin meraba pentingnya bahasa identitas sudah mulai terlihat dalam tulisannya di Jong Sumatra no 4, th 3, 1920. Jong Sumatra berperan penting dalam memperjuangkan pemakaian bahasa nasional, dengan menjadi media yang pertama kali mempublikasikan gagasan Yamin, mengenai bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Semakin besarnya kesadaran nasional dan semakin luasnya penggunaan bahasa melayu di kalangan mereka, maka nama organisasi yang sebelumnya masih menggunakan bahasa Belanda, diganti dengan nama Pemuda Sumatra. Pemuda Sumatra ini memberikan andil cukup besar dalam memperkuat kesadaran berbangsa, khususnya di kalangan pemuda.
Organisasi Pemuda di daerah lain
Setelah lahirnya Tri Koro Dharmo yang kemudian menjadi Jong Java, selain Jong Sumatranen Bond, muncullah organisasi-organisasi pemuda daerah lain yang serupa. Sejumlah organisasi pemuda kedaerahan yang muncul itu pada mulanya sempat menimbulkan persepsi akan mementingkan etnis dan lokalitas sehingga dapat menimbulkan persaingan di antara mereka, namun di selanjutnya, justru perbedaan tersebut menjadi wahana utama dalam mencapai persatuan bangsa pada Sumpah Pemuda 1928. Beberapa organisasi tersebut antara lain:
4. Jong Ambon
Organisasi Ambon Muda atau Pemuda-pemuda Ambon didirikan pada tanggal 9 Mei 1920. Maksud dan tujuannya adalah menggalang persatuan dan mempererat tali persaudaraan di kalangan pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Ambon (Maluku). Pendirinya adalah A.J. Patty, seorang pemuda dari Maluku. Ia memperssatukan organisasi-organisasi orang ambon dengan menggunakan organisasi yang telah ia dirikan sebelumnya, Serikat Ambon, di Semarang. Karena dianggap menentang kebijakan Belanda, ia ditangkap dan diasingkan ke berbagai tempat seperti Ujung Pandang, Bengkulu, Palembang, dan Flores. Ditangkapnya Patty sedikit menyebabkan kemunduran organisasi tersebut, hingga akhirnya muncul tokoh baru, Mr. Latuharhary.5. Jong Minahasa
Organisasi pemuda yang didirikan oleh para pemuda pelajar menengah yang berasal dari kelompok etnis Minahasa pada tanggal 24 April 1919 di Jakarta. Jong Minahasa artinya “Minahasa Muda” atau “Pemuda Minahasa”. Maksud dan tujuannya adalah menggalang dan mempererat persatuan dan tali persaudaraan di kalangan pemuda – pemuda (pelajar) yang berasal dari Minahasa. Organisasi ini merupakan kelanjutan dari organisasi yang didirikan sejak tahun 1912 di Semarang, yakni Rukun Minahasa. Di antara pemimpin JongMinahasa yang paling dikenal adalah Ratulangi. Berdirinya organisasi ini bermula dari kebutuhan praktis yang selalu menekan kehidupan para pemuda pelajar di perantauan. Kehidupan terpisah dari sanak keluarga dan hubungan dengan lingkungan asing dan orang-orang yang berasal dan latar belakang budaya berbeda-beda menyebabkan mereka mencari keserasian hubungan dengan ternan yang berasal dari daerah yang sarna. Dengan kata lain, organisasi pemuda ini bermula dari rasa solidaritas yang primordial itu.Namun, sejalan dengan semakin meningkatnya rasa kesadaran nasional di antara kaum pergerakan, organisasi ini pun tidak luput dari pengaruh politik. Hal ini tampak pada keikutsertaan Jong Minahasa dalam pertemuan pemuda pada tanggal 15 November 1925 di gedung Lux Orientis di Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh wakil-wakil Jong Java, JSB, Jong Ambon, Jong Minahasa, Sekar Rukun dan beberapa wakil dari organisasi pemuda lainnya. Dalam pertemuan ini dibicarakan kemungkinan untuk mengadakan pertemuan pemuda yang luas dan mencakup berbagai organisasi. Mereka bersepakat membentuk sebuah panitia untuk mempersiapkan “Kerapatan Besar Pemuda”, yang kelak berkembang menjadi Kongres Pemuda pertama pada tanggal 30 April 1926 di Jakarta. Organisasi Jong Minahasa ini tidak berkembang seperti organisasi pemuda lain, karena sedikitnya pemuda pelajar yang berasal dari Sulawesi. Tokohnya yang terkenal antara lain G.R. Pantouw.
B. ORGANISASI WANITA
Mengenai keadaan wanita Indonesia
pada masa kolonialisme Belanda masih ada dalam konservatisme dan sangat terikat
oleh adat. Penddikan di sekolah-sekolah hanya diperuntukkan bagi anak-anak
laki-laki, sedangkan anak- anak perempuan hanya mendapat pendidikan di rumah
atau di lingkungan keluaga dan pendidikan yang diperolehnya tidak lebih dari
persiapan untuk menjadi seorang Ibu rumah tangga yang baik. Memasak, menjahit
dan membatik merupakan sebagian besar kegiatan anak-anak perempuan. Ikatan adat
sangat kuat yang tidak memungkinkan mereka lepas dari kungkungan adat dan
keluarga, dan kalau dibanding dengan anak laki-laki mereka jauh ketinggalan.
Dalam pada itu pengaruh warisan
cita-cita Kartini untuk emansipasiwanita berkumandang menembus batas-batas
kamar pingitannya, dan perhatian kaumnya pada periode kebangkitan dan kesadaran
nasional ini mulai juga untuk meningkatkan perjuangan wanita. Pada tahun 1912
muncul organisasi wanita yang pertama di Jakarta "Putri Mardika" atas
bantuan Budi Utomo. Perkumpulan "Kartini Fonds" yang bertujuan
mendirikan sekolah-sikolah Kartini berdiri diberbagai tempat di Jawa,
“Keutamaan Istri” didirikan dibanyak tempat di Jawa Barat, bahkan di kota
Padang Panjang, "Kerajinan Amai Setia" di kota Gedang, "PIKAT"
(Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya) berdiri pada tahun 1917 di Manado.
Kesemuanya, baik organisasi-organisasi bagian Wanita dari organisasi partai
umum, maupun organisasi-organisasi lokal kesukuan/kedaerahan bertujuan menggalakkan
pendidikan dan pengajaran bagi wanita, dan perbaikan kedudukan sosial dalam
perkawinan dan keluarga serta meningkatkan kecakapan sebagai ibu dan pemegang
rumahtangga. Gerak kemajuan pada tahun-tahun sebelum 1920 dapat dikatakan
lamban. Sebab-sebabnya ialah sangat kurangnya sekolah-sekolah untuk wanita
pribumi, lagi pula kadang-kadang juga tiadanya izin dari Orang tuanya
(dikalangan atas) atau diperlukan tenaganya untuk membantu orang-tua (dikalangan
bawah). Disamping itu adat dan tradisi sangat menghambat kemajuan wanita.
Perkumpulan wanita yang didirikan
sebelum tahun 1920 antara lain Putri Mardika yang didirikan atas bantuan Budi
Utomo di Jakarta(1912). Perkumpulan ini bertujuan untuk memajukan pengajaran
terhadap anak-anak perempuan dengan memberikan penerangan dan bantuan dana,
mempertinggi sikap yang merdeka dan tegak serta melenyapkan tindakan malu-malu
yang melampaui batas. Perkumpulan Kautamaan Istri didirikan pada tahun 1913 di Tasikmalaya,
lalu pada tahun 1916 di Sumedang, 1916 di Cianjur, 1917 di Ciamis dan tahun
1918 di Cicurug. Pengajar yang terkemuka dari perkumpulan Kautamaan Istri di
tanh pasundan adalah Raden Dewi Sartika. Sekolah Kartini juga didiriakan di Jakarta
pada tahun 1913, lalu berturut-turut di Madiun tahun 1917, di Indramayu,
Surabaya, dan Rembang tahun 1918. Perkumpulan Kaum Ibu didirikan untuk
memajukan kecakapan kaum wanita yang bersifat khusus seperti memasak, menjahit,
merenda, memelihara anak-anak dan sebagainya. Di Yogyakarta pada tahun 1912
didirikan perkumpulan wanita yang bersifat agama Islam dengan nama Sopa Tresna
yang kemudian pada tahun 1914 menjadi bagian wanita dari Muhamadiyah dengan
namaAisyah. Di Minangkabau berdiri perkumpulan Keutamaan Istri Minangkabau dan
Kerajinan Amal Setia yang berusaha memajukan persekolahan bagi anak-anak
perempuan.
Sesudah tahun 1920 jumlah organisasi
wanita bertambah banyak.
Kesediaan wanita untuk terlibat
dalam kegiatan organisasi makin meningkat dan
kecakapan berorganisasipun bertambah
maju. Hal ini disebabkan karena
kesempatan belajar makin meluas
lagipula berkembang ke lapisan bawah. Dengan
demikian jumlah wanita yang mampu
beraksi juga bertambah luas dan tidak lagi
terbatas kepada lapisan atas saja.
Oleh sebab semuanya itu, maka sesudah tahun
1920 kita dapat melihat jumlah
perkumpulan wanita bertambah banyak sekali,
sedang P.K.I., S.I., Muhammadiyah
dan Sarekat Ambon mempunyai bagian
wanita. Bagian Wanita tadi dalam
penyebaran cita-cita tentu saja mempertinggi
hal-hal yang khusus mengenai
kewanitaan. Kongres P.K.I. di Jakarta tanggal 7-10
Juni 1924 menyediakan satu hari
penuh untuk merundingkan masalah gerakan
wanita komunis. Pada hari itu para
wanita membicarakan kewajiban kaum wanita
dalam perjuangan menentang penjajah
dan kaum pemodal
Organisasi-organisasi wanita yang
berdiri pada masa pergerakan
nasional antara lain :
1. PutriMardika (1912)
Putri Mardika adalah organisasi
keputrian tertua dan merupakan bagian
dari Budi Utomo. Tujuannya adalah
untuk memberikan bantuan, bimbingan dan
penerangan kepada wanita-wanita
pribumi dalam menuntut pelajaran dan dalam
menyatakan pendapat di muka umum.
Kegiatannya antara lain sebagai berikut:
memberikan beasiswa dan menerbitkan
majalah bulanan. Tokoh-tokohnya: P.A
Sabarudin, R.A Sutinah Joyopranoto,
R.R Rukmini, danSadikun
Tondokukumo.
2. KartiniFonds (Dana Kartini)
Organisasi ini didirikan oleh Tuan
dan Nyonya C. Th. Van Deventer,
tokoh politik etis. Salah satu
usahanya adalah mendirikan sekolah-sekolah,
misalnya: Sekolah Kartini di
Jakarta, Bogor, Semarang (1913), setelah itu di
Madiun (1914), Malang dan Cirebon
(1916), Pekalongan (1917), Subabaya dan
Rembang.
3. KautamaanIstri
Organisasi ini berdiri sejak tahun
1904 di Bandung, yang didirikan oleh R.
Dewi Sartika. Pada tahun 1910
didirikan Sekolah Keutamaan Istri, dengan tujuan
mengajar anak gadis agar mampu
membaca, menulis, berhitung, punya
keterampilan kerumahtanggaan agar
kelak dapat menjadi ibu rumah tangga yang
baik. Kegiatan ini kemudian mulai
diikuti oleh kaum wanita di kota-kota lainnya,
yaitu Tasikmalaya, Garut,
Purwakarta, dan Padang Panjang.
4. KerajinanAmal Setia (KAS)
KAS didirikan di Kota Gadang Sumatra
Barat oleh Rohana
Kudus tahun 1914. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan pendidikan wanita,
dengan mengajarkan cara-cara
mengatur rumah tangga, membuat barang-barang
kerajinan tangan beserta cara
pemasarannya. Pada tahun itu juga, KAS berhasi
mendirikan sekolah wanita pertama di
Sumatera sebelum terbentuknya Diniyah
Putri di Padangpanjang.
5. Aisyiah(1917)
Aisyiah didirikan pada 22 April 1917
dan merupakan bagian dari
Muhammadiyah. Pendirinya adalah H.
Siti Walidah Ahmad Dahlan. Kegiatan
utamanya adalah memajukan pendidikan
dan keagamaan bagi kaum wanita,
memelihara anak yatim, dan
menanamkan rasa kebangsaan lewat kegiatan
organisasi agar kaum wanita dapat
mengambil peranan aktif dalam pergerakan
nasional.
6. PercintaanIbu Kepada Anak Turunannya (PIKAT)
PIKAT didirikan pada bulan Juli 1917
oleh Maria Walanda Maramis di
Menado, Sulawesi Utara. Tujuannya:
memajukan pendidikan kaum wanita dengan
cara mendirikan sekolah-sekolah
rumah tangga (1918) sebagai calon pendidik
anak-anak perempuan yang telah tamat
Sekolah Rakyat. Di dalamnya diajari cara-
cara mengatur rumah tangga yang
baik, keterampilan, dan menanamkan rasa
kebangsaan.
7. OrganisasiKewanitaan Lain
Organisasi Kewanitaan lain yang
berdiri cukup banyak, antara lain:
Pawiyatan Wanita di Magelang (1915),
Wanita Susila di Pemalang (1918),
Wanita Rukun Santoso di Malang, Budi
Wanita di Solo, Putri Budi Sejati di
Surabaya (1919), Wanita Mulya di
Yogyakarta (1920), Wanita Katolik di
Yogyakarta (1921), PMDS Putri
(1923), Wanita Taman Siswa (1922), dan Putri
Indonesia (1927).
8. KongresPerempuan Indonesia
Pada 22-25 Desember 1928 di
Yogyakarta, diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia pertama. Kongres tersebut
diprakarsai oleh berbagai organisasi wanita seperti: Wanita Utomo, Putri Indonesia,
Wanita Katolik, Wanita Mulya, Aisyiah, SI, JIB, dan Taman Siswa bagian wanita.
Tujuan kongres adalah mempersatukan cita-cita dan usaha untuk memajukan wanita
Indonesia, dan juga mengadakan gabungan antara berbagai perkumpulan wanita yang
ada. Dalam kongres itu diambil keputusan untuk mendirikan gabungan perkumpulam
wanita yang disebut Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) dengan tujuan:
(a) memberi penerangan dann
perantaraan kepada kaum perempuan, akan
mendirikan studie fond untuk
anak-anak perempuan yang tidak mampu;
(b) mengadakan kursus-kursus
kesehatan;
(c) menentang perkawinan anak-anak;
(d) memajukan kepanduan untuk organisasi-organisasi
wanita tersebut di atas,
pada umumnya tidak mencampuri urusan
politik dan berjuang dengan haluan kooperatif
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut :
Pemuda Indonesia dengan gerakan
kepemudaan merupakan martir untuk memperjuangkan
hak dan cita-cita bangsa.
Berikut ini adalah daftar beberapa
organisasi perkumpulan pemuda di Indonesia :
1. Budi
Utomo
2. Trikoro
Dharmo
3. Jong
Sumatranen Bond
4. Jong
Ambon
5. Jong
Minahasa
Organisasi-organisasi
wanita yang berdiri pada masa pergerakan nasional antara lain:
1.
Putri Mardika (1912)
2.
Kartini Fonds (Dana Kartini)
3.
Kautamaan Istri
4.
Kerajinan Amal Setia (KAS)
5.
Aisyiah (1917)
6.
Percintaan Ibu Kepada Anak
Turunannya (PIKAT)
7.
Organisasi Kewanitaan Lain
8.
Kongres Perempuan Indonesia
B. SARAN
Betapa pentingnya peran pemuda dalam
bagi suatu bangsa. Sebab itulah, pemuda pada dasarnya harus ada dan mutlak
adanya. Sebab pemuda sebenarnya merupakan sosok yang paling memiliki power
untuk mengarungi sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara ke depan. Pemuda
jualah yang menjadi harapan untuk mengkritik setiap-setiap kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah dan memberikan solusi yang cerdas untuk
mengatasi permasalahan.
Pemuda dapat dikatakan sebagai
generasi pelanjut dan pelurus. Pemerintah, agar
turut serta memberikan pelayanan
kepemudaan, karena pembangunan kepemudaan dilaksanakan dalam bentuk pelayanan
kepemudaan.


0 Comments