1.
Latar belakang
dibentuknya VOC
Keinginan Belanda untuk melakukan monopoli
dibidang perdagangan dikawasan Nusantara, ternyata tidak hanya merupakan
keingan Belanda sendiri, tetapi juga negara lainnya, seperti Inggris. Bahkan
Inggris telah mendahului langkah VOC dengan membentuk sebuah perserikatan
dagang untuk kawasan Asia di tahun 1600 yang diberi nama EIC (East India
Company), yang mana telah menimbulkan kekawatiran dikalangan para pedagang
Belanda sehingga persaingan yang tadinya ada diantara mereka sendiri berubah
menjadi kesepakatan untuk membentuk sebuah badan dagang guna membendung EIC.
Untuk menghilangkan persaingan antar pedagang
Bealnda dan untuk mengahdapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainya, maka
pada tanggal 20 Maret 1602, atas prakarsa Pangeran Maurits dan OldenBarneveld didirikan kongsi perdagangan bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie-VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka
kantor pertamanya di Banten yang di kepalai oleh Francois Wittert.
2.
Tujuan dibentuknya
VOC
Adapun tujuan dari dibentunya VOC fdi Indonesia:
a. Menghindari persaingan dagang tidak sehat diantara sesama
pedang Belanda sehinggan keuntungan maksimal dapat diperoleh.
b. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan
dagang dengan bangsa Eropa lainya.
c. Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang
menghadapi Spayol yang masih menduduki Bealnda.
3.
Hak istimewa ( hak
octroi ) VOC
Untuk menguasai perdagangan di Indonesia dan dapat
melaksanakan tugasnya dengan leluasa , maka VOC diberikan hak-hak istimewa ( Hak
Octroi ) dari pemerintah Belanda yang meliputi hal berikut :
a. Hak monopoli perdagangan
b. Hak mencetak dan mengedarkan uang
c. Hak mengangkat dan memperhentikan pegawai
d. Hak mengadakan
perjanjian dengan raja-raja
e. Hak memiliki tentara sendiri
f. Hak mendirikan benteng
g. Hak menyatakan perang dan damai
h. Hak mengangkat dan memperhentikan penguasa-penguasa setempat.
Karena hak-hak yang dimiliki VOC ini, menyebabkan VOC
berkembang pesat, bahkan Portugis mulai terdesak. Untuk mengusung kepentingan
VOC diangkatlah gubnur jendral VOC yang pertama yaitu Pieter Both (1610-1614).
Pada masa gubnur jendral J.P Coen menilai Jayakarta lebih strategis, pada tahun
1611 berhasil direbutnya dan diuabh namanya menjadi Batavia. Kota ini lalu
dijadikan pusat kekuasaan VOC di Indonesia.[2]
- Politik Ekonomi VOC
Usaha VOC untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya
adalah melalui monopoli perdagangan. Untuk itu VOC menerapakan beberapa aturan
dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain :
1. Verplichhte Leverantie
Verplichhte
Leverantie yaitu penyerahan
wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOC. Peraturan ini
melarang rakyat untuk menjual hasil bumi kepada pedagang lain selain VOC.
2. Contingenten
Contingenten yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa
hasil bumi.
3. Ektripasi
Ektripasi yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar
tidak terjadi kelebihan produksi yang dapat menyebabkan harga merosot.
4. Pelayaran Hongi
Pelayaran Hongi
yaitu pelayaran dengan menggunakan perahu kora-kora untuk mengawasi pelaksanaan
perdagangan VOC dan menindak pelanggarnya.[3]
- Sistem Birokrasi VOC
Untuk memerintah wilayah-wilayah di Indonesia, VOC
mengangkat seorang gubernur jendral yang dibantu oleh empat orang
anggota yang disebut Raad van Indie (dewan India). Dibawah gubernur
jendral ada gubernur yang memimpin suatu daerah, serta dibawah gubernur ada
residen yang dibantu oleh asisten residen. Beberapa gubernur jendral VOC yang
duianggap berhasil mengembangkan usaha dagang dan kolonisasi di Indonesia:
a) Jaan Pieterszoon Coen ( 1619-1629 )
b) Antonio van Diemen ( 1636-1645 )
c) Joan Maetsycker ( 1653-1678 )
d) Cornelis Speelman ( 1681-1684 )
Dalam melaksanakan
sistem pemerintahan VOC menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung dengan
memanfaatkan sistem feodalisme yang sudah berkembang di Indonesia.[4]
4.
Perlawanan
kerajaan-kerajaan Islam terhadap VOC
a)
Perlawanan Mataram
terhadap VOC (1628-1629)
Sultan Agung (1613-1645) adalah raja terbesar Mataram
yang bercita-cita: (1) mempersatukan seluruh Jawa di bawah Mataram, dan (2)
mengusir Kompeni (VOC) dari Pulau Jawa. Untuk merealisir cita-citanya, ia
bermaksud membendung usaha-usaha Kompeni menjalankan penetrasi politik dan
monopoli perdagangan.[5]
Pada tanggal 18 Agustus 1618, kantor dagang VOC di Jepara
diserbu oleh Mataram. Serbuan ini merupakan reaksi pertama yang dilakukan oleh
Mataram terhadap VOC. Pihak VOC kemudian melakukan balasan dengan menghantam
pertahanan Mataram yang ada di Jepara. Sejak itu, sering terjadi perlawanan
antara keduanya, bahkan Sultan Agung berketetapan untuk mengusir Kompeni dari
Batavia.
Serangan besar-besaran terhadap Batavia, dilancarkan dua
kali. Serangan pertama, pada bulan Agustus 1628 dan dilakukan dalam dua
gelombang. Gelombang I di bawah pimpinan Baurekso dan Dipati Ukur, sedangkan
gelombang II di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Manduroredjo, dan Uposonto.
Batavia dikepung dari darat dan laut selama tiga bulan, tetapi tidak menyerah.
Bahkan sebaliknya, tentara Mataram akhirnya terpukul mundur. Perlawanan pertama
mengalami kegagalan disebabkan :
a. Kondisi pasukan Mataram yang kelelahan
b. Terserang penyakit
Perlawanan rakyat Mataram kedua terhadap VOC di Batavia
dilaksanakan tahun 1629. Sultan Agung menyerang Batavia untuk
kedua kalinya yang dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Pasukan
Mataram berusaha membendung sungai Citarum yang melewati kota Batavia.
Pembendungan itu pun bermaksud agar VOC di Batavia kekurangan air dan mudah
kelelahan. Strategi ini ternyata cukup efektif, terbukti bangsa Belanda
kekurangan air dan terjangkit wabah penyakit malaria dan kolera yang sangat
membahayakan jiwa manusia.
Perlawanan pasukan Mataram yang kedua terpaksa mengalami
kegagalan lagi karena :
a. Kalah persenjataan.
b. Kekurangan persediaan makanan, karena lumbung-lumbung persediaan makanan
yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon, dan Kerawang telah dimusnahkan oleh
Kompeni.
c. Jarak Mataram - Batavia terlalu jauh.
d. Datanglah musim
penghujan, sehingga taktik Sultan Agung untuk membendung sungai Ciliwung gagal.
b) Perlawanan Banten terhadap VOC (1651-1682)
Pertentangan antara banten dengan VOC diawali Pada tahun
1619 J.P Coen berhasil merebut Jayakarta. VOC yang berpusat di Batavia ingin
menguasai Selat Sunda, karena Selat Sunda merupaka daerah perdagangan Banten
yang sangat penting, langkah Belanda ditentang terus oleh Sultan Ageng
Tirtayasa. Perlawanan Banten meningkat setelah Sultan Ageng Tirtayasa naik
tahta pada tahun 1651.
Untuk melemahkan kerajaan banten VOC melakukan
politik "devide et impera". Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtoyoso
mengangkat putra mahkota (dikenal dengan sebutan Sultan Haji karena pernah naik
haji) sebagai pembantu yang mengurusi urusan dalam negeri, sedangkan urusan
luar negeri dipercayakan kepada Pangeran Purboyo ( adik Sultan Haji). Atas
hasutan VOC, Sultan Haji mencurigai ayahnya dan menyatakan bahwa ayahnya ingin
mengangkat Pangeran Purboyo sebagai raja Banten. Pada tahun 1680, Sultan Haji
berusaha merebut kekuasaan, sehingga terjadilah perang terbuka antara Sultan
Haji yang dibantu VOC melawan Sultan Ageng Tirtoyoso (ayahnya) yang dibantu
Pangeran Purboyo. Sultan Ageng Tirtoyoso dan Pangeran Purboyo terdesak ke luar
kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtoyoso berhasil di tawan oleh VOC; sedangkan
Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke daerah Priangan. Pada tahun 1682 Sultan
Haji dipaksa oleh VOC untuk menandatangani suatu perjanjian yang isinya :
a. VOC mendapat hak monopoli dagang di Banten dan daerah pengaruhnya.
b. Banten dilarang berdagang di Maluku.
c. Banten melepaskan haknya atas Cirebon.
d. Sungai Cisadane
menjadi batas wilayah Banten dengan VOC.
c)
Perlawanan Makasar
terhadap VOC (1666-1667)
Pada abad ke-17 di
Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil seperti Gowa, Tello,
Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan tersebut yang muncul menjadi kerajaan yang
paling kuat ialah Gowa, yang lebih dikenal dengan nama Makasar yang mencapai
puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara tahun 1654 -
1669.
Kerajaan Makasar
menjadi pesaing berat bagi kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah
Indonesia Timur. Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat untuk VOC
sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling
menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh
Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah
mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai
menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada
Sultan Hasanuddin.
Tuntutan VOC
terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan
penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh karena itu,
kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga
terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran
pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654.
Kedua pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang berusaha
menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan Makasar. Dua
kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut Makasar memberikan
perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666 -
1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni
dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari
Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang
pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain
dan berhasil mendorong suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan
Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke Makasar.
Peperangan
berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat
dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan
Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di
Desa Bongaya pada tahun 1667.
Perlawanan rakyat
Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan
rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan
Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya dilakukan
dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap
melakukan perlawanan terhadap VOC.
Sultan
Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada
tanggal 18 November 1667, yang isinya :
1 . Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone
dikembalikan kepada Aru Palaka.
2 . Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC.
3 . Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan
hak monopolinya.
4 . Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng
Ujung Pandang yang kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam.
5 . Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000
ringgit.
d) Perlawanan Rakyat Maluku (1817)
Perlawanan yang dilakukan oleh Thomas Matulesi
(Pattimura) terjadi di Saparua, yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon.
Adapun Sebab-sebab terjadinya perlawanan ini adalah :
a. Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka yang
menderita dibawah VOC
b. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya kembali
penyerahan wajib dan kerja wajib
c. Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda
Akibat penderitaan yang panjang rakyat menetang Belanda
dibawah pimpinan Thomas Matulesi atau Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817 rakyat
Maluku mulai bergerak dengan membakar perahu-perahu milik Belanda di pelabuhan
Porto. Selanjutnya rakyat menyerang penjara Duurstede. Residen Van den Berg
tewas tertembak dan benteng berhasil dikuasai oleh rakyat Maluku.
Pada bulan Oktober 1817 pasukan Belanda dikerahkan secara
besar-besaran, Belanda berhasil menangkap Pattimura dan kawan-kawan dan pada
tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dijatuhi hukuman mati ditiang gantungan, dan
berakhir perlawanan rakyat Maluku. [8]
5.
Kemunduran VOC
Pemerintah Belanda akhirnya memutuskan untuk membubarkan
VOC pada tanggal 31 Desember 1799. Semua hutang-hutang dan kekayaan VOC diambil
alih oleh pemerintah Belanda.
Runtuhnya disebabkan oleh hal-hal berikut :
a . Banyak pegawai VOC yang korupsi
b . VOC terjerat banyak hutang
c . Pengeluaran VOC yang semakin besar akibat melukakan
perang
Adanya persaingan yang ketat dari pedagang Eropa


0 Comments